KONTRAS.CO.ID – Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Bolaang Mongondow Timur (Boltim), bantah tuduhan yang menyebut peningkatan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak adalah kegagalan pemerintah daerah.
Kepala Dinas DP3A Boltim, Ikhsan Pangalima mengungkapkan, hal itu bisa terjadi karena mulai munculnya kesadaran korban untuk melaporkan kasus yang sedang menimpanya.
“Masyarakat yang telah teredukasi mulai berani melaporkan kasus kekerasan yang tadinya dianggap tabu dan memalukan, sebab advokasi dan sosialisasi yang dilakukan secara signifikan setelah Sam Sachrul Mamonto menjadi bupati,” ungkapnya.
Dijelaskan Ikhsan, hal Itu terlihat nyata dengan peningkatan angka kasus kekerasan yang terjadi menandakan bahwa masyarakat telah menyadari pentingnya mendapat pendampingan pemerintah saat mengalami tindak kekerasan khususnya pada perempuan dan anak.
“Sebelum tahun 2021 jumlah kekerasan boltim sama sekali tidak nampak, itu berarti bukan tidak adanya kasus kekerasan Pada Perempuan dan Anak, tetapi disebabkan oleh masyarakat belum terpapar edukasi tentang UU perlindungan Anak nomor 35 tahun 2014 bahwa barang siapa saja yg melihat, mendengar dan mengalami wajib melaporkan kasus kekerasan yg terjadi baik dari elemen masyarakat, pemerinta desa, pemerintan daerah ataupun korbannya sendiri,” jelasnya.
Lanjutnya, dengan bertambahnya laporan kasus saat ini yg meningkat maka dapat diartikan bahwa upaya edukasi dan advokasi oleh pemerintah daerah terlaksana dengan baik dan menyeluruh diseluruh lapisan masyarakat sesuai dengan permen PPPA nomor 04 tahun 2018 ttg pedoman pembentukan UPTD PPA.
“Sebagai contoh banyaknya kasus kekerasan seksual yang saat ini diterima oleh pemerintah daerah ternyata telah terjadi sekitar 5 samapai dengan 7 tahun yang lalu tetapi baru terungkap saat ini setelah Sam Sachrul Mamonto menjabat,” katanya.
Ikhsan juga menambahkan, Boltim sudah mendapatkan penghargaan sebagai Kabupaten Layak Anak kategori Madya. Sehingga peningkatan kasus tidak harus dikaitkan dengan ketidakberhasilan pemerintah.
“KLA diberikan sebagai penghargaan terhadap kepedulian pemerintah Daerah dalam penanganan dan pencegahan KtPA. Karena konsep pencegahan bukan hanya dilakukan oleh pemerintah tetapi juga harus diikuti oleh kesadaran masyarakat, ditambah dengan peran tokoh-tokoh agama dalam memberikan pemahaman tentang larangan perlakuan kekerasan terhadap perempuan dan anak,” tutupnya. (Vikar)