EKSKLUSIF WEEDING – Rona bahagia terpancar dari wajah Hendra dan Ana, begitu pengantin disapa, saat bersanding di pelaminan pada acara resepsi Akad Nikah yang berlangsung di Ballroom Hotel Sutan Raja Kotamobagu pada tanggal 21 Agustus 2023.
Kedua pengantin bernama lengkap, Hi. Juhuri Mokodomput Sugeha, SH, MH dan Sri Olivia Hirawati Mamonto, ST, MT.
Juhuri atau akrab disapa Jul, merupakan seorang pengusaha asal Kotamobagu yang merantau ke luar kota, sementara Olivia adalah warga Kotamobagu yang kini menjadi salah satu Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kabupaten Bolaang Mongondow Timur.
Mereka resmi menjadi suami istri setelah melangsungkaan prosesi ijab kabul di hadapan penghulu, keluarga dan tamu undangan, dengan mas kawin seperangkat alat salat dan uang tunai.
Resepsi akad nikah Juhuri an Olivia pun dihadiri langsung oleh Wakil Wali Kota Kotamobagu, Nayodo Koerniawan, SH.
Kesan adat tradisional Bolaang Mongondow terekam sejak para undangan menapaki langkah pada pintu penerimaan tamu saat perhelatan berlangsung.
Pernikahan Juhuri dan Olivia dalam nuansa adat Mongondow adalah perayaan yang sarat dengan nilai-nilai tradisional dan kearifan lokal.
Melalui serangkaian prosesi adat istiadat, simbol-simbol, dan ritual khas, pernikahan ini menghadirkan kehangatan dan kebersamaan yang mendalam.
Harmoni Tradisi Dalam Pernikahan Nuansa Adat
Di bawah sinar matahari yang hangat, dua jiwa yang saling mencintai bersatu dalam pernikahan yang sarat makna dan keindahan.
Suara itum-itum (dia tolak bala) dari tokoh adat Bolaang Mongondow mengiringi langkah lembut mereka, mengajak semua hadirin untuk merasakan kehangatan dan keakraban dalam acara pernikahan yang kental dengan nuansa adat warisan Kerajaan Bolaang dari masa ke masa.
Pernikahan Juhuri dan Olivia ini bukan hanya sekedar peristiwa, tetapi juga sebuah perpaduan dari dua keluarga dan budaya yang tulus menghormati tradisi nenek moyang.
Dalam upacara ini, segala elemen adat terpatri dalam setiap langkah, membawa jiwa-jiwa para leluhur yang turut menyaksikan dengan bangga.
Pertama-tama, prosesi adat persiapan pernikahan diwarnai dengan gotong royong keluarga dan kerabat. Membuat “seserahan” yang diberikan oleh kedua belah pihak merupakan ungkapan rasa hormat serta doa restu untuk kehidupan yang baru.
Di balik setiap benda yang disertakan, terkandung makna-makna filosofis yang mengajarkan tentang cinta, pengorbanan, dan kesatuan.
Saat tiba hari yang dinantikan, suasana dipenuhi dengan hiruk pikuk kegembiraan.
Tepuk tangan dan tawa riang bergema ketika pengantin memasuki panggung dengan busana adat yang megah.
Setiap warna dan motif pada busana hingga panggung pelaminan mengandung nilai-nilai simbolis akan adat Bolaang Mongondow yang kental dengan perpaduan warna kuning keemasan, menunjukkan kedalaman hubungan dan harapan akan masa depan yang cerah.
Upacara adat yang diiringi oleh doa dengan menggunakan bahsa daerah Bolaang Mongondow dan iringan instrumen penuh makna menambahkan nuansa sakral dalam momen ini.
Tarian Tuitan menyambut datangnya mempelai pria
Pukul 8.30 WITA, saat itu matahari masih tertutup awan tebal dan mendung, Juhuri yang terlihat gagah diapit oleh keluarganya untuk memasuki ruangan prosesi akad nikah.
Sebelum memasuki ruangan itu, Juhuri disambut dengan tarian Tuitan yang merupakan tarian tradisional Bolaang Mongondow yang sangat popular sejak zaman dahulu sampai sekarang.
Tari kabela dipentaskan sekitar sepuluh sampai lima belas menit. Tari ini merefleksikan budaya makan sirih dan pinang di kalangan masyarakat Bolaang Mongondow sejak zaman dahulu sampai sekarang.
Gerak dan lirik tari kabela mengungkapkan wujud penghormatan kepada seseorang maupun yang datang berkunjung ke daerah Bolaang Mongondow, karena itu tari ini menjadi tari kabela karena lirik dan pinang yang disuguhkan kepada tamu diletakkan dalam Kabela.
Tari Tuitan adalah tari tradisional daerah Bolaang Mongondow yang dipertunjukkan pada saat menjemput tamu.
Jumlah penari sembilan orang yang kesemuanya adalah laki-laki, salah seorang di antaranya sebagai pemimpin. Pemimpin tari menggunakan peralatan berupa tombak yang dalam bahasa daerah disebut tungkudon dan perisai dalam bahasa daerah disebut kelau.
Papa pendekar Tuitan pun mengawal Juhuri dan keluarga menapaki tangga adat yang terbuat dari bambu kuning.
Tangga itu melambangkan kematangan, kemakmuran dan ketenangan, sehingga pengantin kelak menjadi keluarga yang selalu dibaluti dengan keberkahan.
Langah demi langkah Juhuri melewati jembatan kuning itu, gema doa itum-itum pun terus terucap dari bibir sang tokoh Adat.
Belum sampai di atas pelaminan, Juhuri pun masih disambut dengan permaianan alat musik tradisional yang bernama Golomang sebagai tanda datangnya tamu istimewa.
Juhuri pun makin memantapkan langkah kakinya memasuki Ballroom Hotel yang sudah didekorasi dengan nuansa adat Bolaang Mongondow.
Juhuri tak mampu menahan rasa gugup saat memasuki area prosesi akad nikah. Sebab, tinggal menunggu beberapa putaran jarum jam, ia akan segera mengucapkan kalimat sakral yang akan merubah statusnya menjadi seorang suami dari sang kekasih tercinta.
Tarian Kabela Sambut Para Tamu Undangan
Ruang Ballroom hotel kian penuh dengan tamu dan undangan resepsi akad nikah Juhuri dan Olivia.
Tarian Kabela pun diperagakan sebagai bentuk ungkapan selamat datang bagi para tamu di acara akad nikah tersebut.
Tari Kabela adalah tari penjemputan tamu, yang berasal dari Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara, Indonesia.
Tari Kabela digelar untuk menyambut tamu yang dekat maupun jauh.Dalam bahasa Bolaang Mongondow, Kabela disebut boyo-boyo yang artinya tempat sirih pinang.
“Kami menggunakan tari Kabela dalam penjemputan tamu, sebab tarian ini menjadi salah satu ikon penting budaya dan adat kita di Bolaang Mongondow dan juga merupakan identitas akan budaya kita sendiri,” kata Olivia.
Akad Nikah/Janji Suci Juhuri dan Olivia
Jam sudah menunjukan pukul 10.30 WITA, Juhuri dengan penuh keyakinan, menyatakan ijab kabul, yaitu tawaran untuk mempersunting wanita pujaan hatinya, Sri Olivia, dengan sejumlah mahar yang telah disepakati sebelumnya.
Dengan wajah berseri-seri dan penuh cinta, Olivia memberikan sinyal dengan senyuman cantiknya, merespon janji suci Juhuri menjadikannya istri dan calon ibu dari anak-anaknya kelak hingga maut memisahkan.
Saksi-saksi yang hadir memberikan kesaksian atas ikatan cinta sebagai sunnah dari Rasulullah SAW ini.
Makna Akad nikah bukan hanya sekadar formalitas hukum, tetapi juga merupakan perjanjian spiritual dan moral antara dua individu.
Ini menegaskan komitmen untuk saling mendukung, menghormati, dan mengasihi satu sama lain dalam ikatan pernikahan.
Tujuan utama akad nikah adalah membentuk keluarga yang berdasarkan prinsip-prinsip Islam, dengan tujuan membangun kebahagiaan dan kesejahteraan bersama, serta mematuhi kewajiban dan tanggung jawab agama terhadap pasangan dan anak-anak.
Adat Mogama
Upacara Mogama merupakan upacara yang terakhir dari tahapan upacara perkawinan adat di Bolaang Mongondow.
Mogama ialah penjemputan mempelai wanita oleh keluarga mempelai laki-laki yang didampingi oleh sekelompok keluarga dan tua-tua adat.
Teknis pelaksanaannya yaitu pihak keluarga wanita untuk memohon agar pengantin wanita diperkenankan berkunjung ke rumah keluarga pria.
Namun adat Mogama bisa dalam bentuk isyarat. Hal ini yang dilakukan Juhuri usai mengucap ijab dan sah menjadi suami dari Olivia.
Usai akad nikah, Juhuri mengapit Olivia dan didampingi keluarga, berjalan mengintari ruangan dituntun oleh pemangku adat dengan iringan bahasa isyarat jika Olivia sudah di-Gama oleh Juhuri dan keluarganya sebagai salah satu rangkaian upacara adat pernikahan di Bolaang Mongondow.
Alasan Juhuri & Olivia Mengusung Konsep Adat Mongondow di Pernikahan Mereka
Di zaman moderen seperti saat ini, kebanyakan pesta pernihakan pasti sudah menggunakan ornamen hingga konsep yang lebih moderen.
Namun, berbeda dengan Juhuri dan Olivia. Mereka menginginkan acara sakral itu justru berbalut adat Bolaang Mongondow.
Bukan tanpa alasan. Keduanya memang menginginkan jika seluruh prosesi pernikahan mereka menjalankan tradisi atau kearifan lokal daerah Bolaang Mongondow.
Menurut Olivia dan Juhuri, konsep tersebut memang sudah dipikirkan sejak beberapa bulan setelah keduanya memutuskan untuk hidup bersama.
“Kami sangat ingin pernikahan kami ini tidak melupakan nilai-nilai budaya dan adat Bolaang Mongondow,” kata Juhuri.
“Ya. Kami berharap, momen pernikahan kami ini bisa memberi nilai posotif bagi generasi kita di Bolaang Mongondow Raya, betapa indahnya budaya kita,” sambung Olivia.
Kedua pasangan romantis ini pun berharap jika budaya dan adat Bolaang Mongondow akan terus menggelora, bukan hanya pada momen pernikahan melainkan di setiap kegiatan apapun.
“Pesan kami, jaga dan rawat budaya dan adat istiadat kita sebagai anak Mongondow. Jika bukan kita, siapa lagi?,” ucap Olivia.
Pesan Tokoh Adat Bolaang Mongondow
Momen indah pernikahan Juhuri dan Olivia dengan mengusung konsep budaya ini memang tak secara instan muncul.
Suksesnya prosesi akad nikah berbalut budaya dan adat Bolaang Mongondow tak lepas dari peran para tokoh Adat.
Menurut Laorens Kinarang Mokoginta yang merupakan salah satu dewan adat asal Desa Tabang menjelaskan jika pelaksanaan prosesi adat pada pernikahan Juhuri dan Olivia, melalui berbagai mekanisme adat.
Mulai dari Mobakid (musyawarah besar) untuk merumuskan apa saja poin-poin penting ritual adat yang akan dijalankan pada saat hari pernikahan tiba.
Tak hanya Laurens, dua tokoh adat lainnya, Hasman Bahansubu dan Mesdy S. Hamin pun mengaku jika terlibat dalam perumusan ritual adat pada resepsi akad nikah Juhuri dan Olivia.
Mereka mengatakan jika pernikahan Juhuri dan Olivia sangat patut diapresiasi, sebab, mengusung konsep budaya dan adat daerah sendiri.
Apalagi, banyak ritual adat yang sudah diabaikan saat melangsungkan pernikahan saat ini, menjadi ancaman akan kepunahan adat dan budaya Bolaang Mongondow.
Mereka membeberkan, jika pelaksanaan ritual dan prosesi adat pada akad nikah itu, terlaksana dengan sangat baik dengan mengikuti alur dan mekanisme adat.***