Hamparan hutan yang menghijau
Begitu indah dipenuhi pohon-pohon besar
Dan kicauan fauna endemik
Diiringi senyum para petani yang lugu
Ah, sungguh elok pemandangan tanah totabuanku
Dulu, tapi itu dulu
Sebelum rezim laknat menduduki kursi kuasa
Hutan dipaksa menjadi tambang harta
Dengan dalih menyejahterakan rakyat desa
Tapi apa?
Anak petani kini menangis perih
Meratap dibawah kaki tirani
Air mata yang jatuh tak lagi membasahi
Kering mengerling pada ironi
Tragedi demi tragedi kian meruah
Tanah negeri menjadi saksi bisu sejarah
Bergolak amarah sepanjang aliran darah
Dari kalangan yang dianggap rendah
Kepada rezim yang tak tentu arah
Ketika suara mereka dibungkam dengan dengan sogokan
Ketika kaidah atas nama kepentingan umum dilontarkan ‘tuk menutupi kehausan mereka akan harkat dan martabat
Kami menolak lupa!
Kami takkan melupa!
Kala selongsong peluru menahan doa
Tajamnya besi merampas asa
Si kaya meraja lela dan si miskin semakin merana
Dimana kau wahai pemimpin bangsa
Lidah kami kau potong atas nama hukum negara
Sedang kalian sibuk tertawa menikmati gelimang harta
Dari para pemegang saham negeri tetangga
Akankah darah mereka terbuang sia-sia?
Akankah nyawa mereka terbang menjadi angan belaka?
Tidak!
Kan ku teriakkan suara mereka
Demi segala yang mereka bela
Demi hak asasi bangsa kita
Bangsa Indonesia.
Puisi dari: Mira Manangin