Kontras.co.id – Terseretnya nama mantan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, dalam kasus dugaan korupsi dana iklan Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB) memicu perhatian publik.
Dugaan penyimpangan ini telah lama menjadi sorotan, terutama setelah ditemukan selisih anggaran yang signifikan.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada Maret 2024 telah menemukan indikasi selisih antara anggaran yang dialokasikan dan nilai yang diterima media dalam proyek iklan BJB, mencapai Rp28 miliar.
Kasus ini masih dalam tahap penyidikan, dan KPK belum memberikan rincian lebih lanjut mengenai konstruksi perkara dan keterlibatan RK.
Sementara itu, Direktur Utama BJB, Yuddy Renaldi, mengundurkan diri pada 8 Maret 2025 dengan alasan pribadi.
Namun, pengunduran dirinya terjadi di tengah penyelidikan KPK, yang semakin memicu spekulasi publik mengenai adanya keterkaitan dengan kasus ini.
Dugaan penyimpangan dana iklan BJB berawal dari indikasi mark-up anggaran iklan yang mencapai Rp200 miliar.
Investigasi awal BPK menunjukkan adanya perbedaan mencolok antara anggaran yang ditetapkan dan jumlah yang diterima oleh media penerima dana iklan.
Dalam upaya mengungkap kasus ini, KPK telah melakukan penggeledahan di sejumlah tempat, termasuk rumah Ridwan Kamil, untuk mencari dokumen dan barang bukti terkait.
“Ya pastinya kalau soal disita dan tidak, pasti ada ya beberapa dokumen, kemudian beberapa barang, itu ada prosesnya, sedang dikaji, sedang diteliti oleh para penyidik,” ujar Ketua KPK, Setya Budiyanto, Rabu 12 Maret 2025.
KPK tengah menelusuri alur dana dan pihak-pihak yang terlibat dalam dugaan mark-up tersebut.
Laporan BPK menjadi salah satu dasar bagi KPK untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut.
KPK juga berkoordinasi dengan aparat penegak hukum lain untuk menghindari tumpang tindih dalam proses penyelidikan.
“Ya sementara kan pasti dikaji ya segala sesuatunya itu tidak serta merta. Diteliti, dilihat, nanti kalau memang enggak ada relevansinya, pasti dikembalikan. Tapi yang ada, nanti pasti akan diikutkan,” jelas Setya Budiyanto.
Meskipun namanya disebut-sebut dalam kasus ini, Ridwan Kamil sendiri belum memiliki status hukum dalam penyelidikan.
Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, menegaskan bahwa RK tidak memiliki status hukum apa pun dalam perkara ini.
“Tidak berstatus apa-apa,” ujar Tessa saat dihubungi, Selasa 11 Maret 2025.
Namun, KPK tidak menutup kemungkinan bahwa RK bisa dipanggil sebagai saksi jika keterangannya dibutuhkan dalam penyelidikan.
“Penyidik akan memanggil saksi siapa pun yang dianggap memiliki keterangan yang dibutuhkan dalam rangka pemenuhan unsur perkara yang sedang ditangani,” ungkapnya.
Penyelidikan terhadap kasus dugaan korupsi ini masih berlangsung, dan publik menunggu hasil akhir dari investigasi yang dilakukan KPK.
Dengan dugaan kerugian negara mencapai ratusan miliar rupiah, kasus ini menjadi salah satu sorotan utama dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.