Kontras.co.id – Polisi berhasil mengungkap praktik curang produsen minyak goreng curah berlabel MinyaKita di sebuah gudang yang berlokasi di Desa Cijujung, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Pada Jumat 7 Maret 2025, Satreskrim Polres Bogor membongkar operasi ilegal tersebut. Seorang pengelola gudang berinisial TRM telah ditetapkan sebagai tersangka.
Pengungkapan ini bermula dari laporan mengenai peredaran minyak goreng kemasan plastik dengan ukuran yang tidak sesuai standar.
Setelah dilakukan penyelidikan, polisi menemukan bahwa minyak goreng dalam kemasan plastik satu liter hanya berisi sekitar 750 mililiter.
Wakapolres Bogor, Kompol Rizka Fadhila, mengungkapkan bahwa TRM melakukan pengemasan ulang (repacking) minyak curah ke dalam kemasan plastik berlabel MinyaKita.
“Sebagaimana diedarkan seharusnya berat bersih itu 1 liter, namun oleh tersangka berat yang diedarkan itu 750-800 ml sehingga terjadi pengurangan kuota yang seharusnya,” jelas Rizka, Senin 10 Maret 2025.
Dari hasil penggerebekan, polisi menemukan dua mesin pengemasan, delapan tangki minyak berkapasitas 1.000 liter, serta ribuan botol dan kardus berlabel MinyaKita.
Gudang yang dikelola TRM telah beroperasi cukup lama, tetapi kegiatan produksi MinyaKita palsu baru dimulai pada Januari 2025.
Setiap hari, TRM mampu memproduksi sekitar 8 ton minyak goreng dan menghasilkan 10.500 kemasan palsu.
Minyak ini kemudian dijual dengan harga Rp15.600 per kemasan, melebihi harga distributor resmi yang hanya Rp13.500.
Akibatnya, harga MinyaKita di pasaran melonjak di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) yang seharusnya Rp15.700.
Dari bisnis ilegal ini, TRM diperkirakan meraup keuntungan hingga Rp600 juta per bulan.
Polisi masih mendalami apakah minyak goreng yang dikemas ulang ini murni atau telah dicampur dengan bahan lain.
Penyidikan juga dilakukan terhadap pihak lain yang terlibat dalam distribusi dan kepemilikan gudang.
Atas perbuatannya, TRM dijerat Pasal 62 ayat (1) Jo Pasal 8 ayat (1) UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman hukuman lima tahun penjara atau denda Rp2 miliar.
Selain itu, ia juga dikenakan Pasal 160 Jo Pasal 24 ayat (1) UU No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan yang telah diubah dengan UU No. 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja, dengan ancaman hukuman empat tahun penjara atau denda Rp10 miliar.