Kontras.co.id – Hari itu, Sabtu 8 November 2025, matahari mulai meninggi ketika orang-orang berkumpul di Desa Matali Baru. Udara lembap bercampur aroma tanah basah, seolah desa ini baru saja dicuci hujan semalam. Di halaman salah satu rumah warga, beberapa ibu rumah tangga duduk berkumpul sambil memegang wadah-wadah bekas. Ada yang membawa ember cat, ada yang membawa toples plastik yang sudah kusam warnanya. Dari sudut lain, terdengar suara sayuran dipotong—bukan untuk dimasak, melainkan untuk dijadikan bahan kompos.

Suasana sederhana itu adalah hari kedua bagi Pelatihan Pengelolaan dan Pemanfaatan Sampah Rumah Tangga yang digelar PT J Resources Bolaang Mongondow (JRBM) pada 7–12 November 2025. Perwakilan manajemen JRBM dan mitranya seperti PT Samudera Mulia Abadi (SMA) dan Mawar Sharon Kuisin (MSK), menyaksikan sendiri bagaimana warga dari desa-desa lingkar tambang, Matali Baru, Bakan, Lolayan, Tanoyan di Kabupaten Bolmong hingga Dayow, Pidung, Onggunoi, Motandoi, dan Tobayagan di Bolsel berkumpul, membawa rasa ingin tahu yang besar.
Di Desa Motandoi, perhatian tertuju pada seorang ibu yang tampak paling semangat mengikuti instruksi pelatih. Namanya Husna Mamonto, warga setempat. Tangannya cekatan mengaduk sisa sayur yang sebelumnya ia bawa dari dapur rumahnya. “Selama ini kami cuma buang ke belakang rumah,” katanya sambil tertawa kecil.
“Sekarang baru tahu kalau bisa jadi pupuk. Ternyata gampang sekali,” sambungnya sembari memegang hasil kompos pertamanya dengan mata berbinar, momen kecil yang terasa besar bagi perjalanan perubahan perilaku masyarakat.
Husna bukan satu-satunya. Peserta dari Desa Lolayan, seorang bapak bernama Ridwan Lintong, mengaku baru kali ini melihat langsung bagaimana sampah rumah tangga dapat diolah menjadi POC. “Selama ini cuma dengar dari TV. Ternyata kalau lihat langsung begini, lebih mudah dipahami,” ungkapnya.
Di banyak desa, momen “aha” seperti itu muncul berulang-ulang. Bukan hanya belajar, mereka merasakan sendiri bagaimana sampah yang selama ini dianggap masalah ternyata bisa menjadi potensi.
Sebelumnya, dalam sesi pelatihan, Erwan Widyarto, praktisi pengelolaan sampah dari JPSM DIY, menjadi sosok yang paling banyak menghidupkan suasana. Dengan gaya komunikatif, ia mengajak peserta untuk melihat sampah dari sudut pandang baru.
“Pengelolaan sampah itu dimulai dari rumah,” katanya sambil menunjukkan contoh kompos.
“Kita tidak perlu menunggu sistem besar. Kebiasaan kecil yang dilakukan setiap hari, mengurangi, menggunakan kembali, mendaur ulang, itu sudah sangat membantu. Sampah organik bisa kita kembalikan menjadi kompos, dan sampah anorganik bisa jadi produk kreatif.”
Di berbagai titik pelatihan, kalimat itu menggema dan menginspirasi. Peserta mengangguk-angguk, beberapa berbisik antusias, dan sebagian lain langsung mencoba mempraktikkan teknik yang baru mereka pelajari.
Dari pemerintah desa, dukungan datang sangat terbuka. Sangadi Matali Baru, Wien Lomamay, menyampaikan bahwa kegiatan ini membawa dampak langsung bagi warganya.
“Kami sangat berterima kasih kepada JRBM dan semua pihak. Pelatihan ini menunjukkan bagaimana pemerintah, perusahaan, dan masyarakat bisa bekerja bersama untuk tujuan yang sama: lingkungan yang bersih dan sehat,” ujarnya. Nada suaranya mantap. Ia tahu bahwa perubahan besar selalu dimulai dari langkah kecil.
Sementara itu, dari sisi pemerintah kabupaten, Kepala DLH Bolmong, Aldy Pudul, mewakili Bupati Yusra Alhabsyi, menyampaikan apresiasi mendalam atas inisiatif JRBM.
“Persoalan sampah kini menjadi isu mendesak di Bolmong. Langkah JRBM ini adalah contoh konkret bagaimana kolaborasi bisa menjadi solusi. Pemerintah tentu tidak bisa bergerak sendiri,” katanya.
Dari wajah para peserta yang mendengarkan, tampak jelas bahwa mereka merasa dianggap dan dihargai. Kolaborasi itu nyata, bukan hanya slogan.
Nah, sementara itu, dari sisi perusahaan, program ini bukan sekadar agenda CSR. Tri Rachman Batara, Senior Specialist Sustainability Metrics JRBM, menjelaskan bahwa program ini lahir dari kebutuhan mendesak akan sistem pengelolaan sampah yang lebih efektif, sejalan dengan amanat regulasi dan kondisi lapangan di Bolmong dan Bolsel.
“JRBM berkomitmen memberikan kontribusi nyata bagi kesejahteraan dan keberlanjutan desa lingkar tambang. Upaya ini hanya bisa dicapai melalui kolaborasi multipihak.
“Sampah seharusnya bukan beban, tetapi peluang—peluang ekonomi, peluang perubahan, peluang membangun perilaku 3R untuk keberlanjutan jangka Panjang,” katanya.
Riska Ariyanti, Superintendent CSR JRBM, mencermati bahwa antusiasme warga meningkat dari desa ke desa. Ia bercerita setelah sesi di Onggunoi Selatan.
“Mereka bukan hanya hadir. Mereka aktif bertanya, langsung mencoba, bahkan ada yang membawa bahan dari rumah. Banyak yang bilang baru sadar bahwa sampah bisa jadi barang bernilai. Memperkenalkan ekosistem pengelolaan sampah terintegrasi dan mengubah paradigma masyarakat dari sekadar ‘membuang’ menjadi ‘mengelola’ menjadi tujuan kami sehingga nantinya dapat tercipta program ekonomi sirkular. Kemandirian ekonomi desa dapat dilaksanakan selaras dengan keberlanjutan lingkungan,” jelas Riska.
Sebagai kesimpulan program, General Manager External Relation and Security JRBM, Andreas Saragih, menegaskan bahwa keberlanjutan bukan hanya soal operasi tambang. “Kami percaya keberlanjutan tidak hanya diukur dari produksi, tetapi dari bagaimana perusahaan memberi manfaat nyata bagi masyarakat dan lingkungan,” ujarnya singkat.
Tersirat darinya, gerakan kecil yang lahir dari dapur rumah, dari tangan-tangan sederhana, dan dari harapan bahwa lingkungan yang bersih bukan cita-cita besar, melainkan kebiasaan yang dilakukan bersama setiap hari.
Melalui kegiatan ini, JRBM bukan hanya menjalankan tanggung jawab sosial.
Mereka menanam benih perubahan, yang suatu hari nanti bisa tumbuh menjadi budaya baru di desa-desa lingkar tambang, budaya sadar lingkungan, berdaya, dan bermartabat.*












