Kontras.co.id – Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi melakukan peninjauan ke bantaran Sungai Bekasi untuk melihat proses pelebaran sungai pada Senin, 10 Maret 2025.
Dalam kesempatan itu, Dedi mengaku terkejut saat mengetahui tanah di sekitar area sungai telah berubah menjadi permukiman dan bahkan telah bersertifikat sebagai hak milik perorangan.
“Tadi kita mau segera ke Sungai Cikeas, tapi alat berat tidak bisa berjalan ke sana karena bibir Sungai Cikeas sudah bersertifikat dan berubah jadi rumah,” tutur Dedi dalam cuplikan video Instagram pribadinya @dedimulyadi71, pada Senin, 10 Maret 2025.
Lebih lanjut, Dedi menuturkan kondisi itu menjadikan proses pelebaran sungai tidak bisa dilakukan tanpa adanya pembebasan lahan.
Gubernur Jabar itu kemudian berencana untuk bertemu dengan Menteri Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahin untuk membahas tata ruang wilayah sungai Bekasi.
Dalam kesempatan yang sama, perwakilan Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) yang turut hadir di lokasi, menyebut tanah di daerah aliran sungai (DAS) mulanya merupakan milik sungai.
“Berarti berubah jadi perorangan,” tegas Dedi usai mendengar pernyataan perwakilan BBWS itu
Dedi pun langsung menyoroti persoalan sertifikasi lahan di kawasan yang seharusnya tidak boleh dimiliki secara pribadi.
Hal itu dengan menekankan kekeliruan dalam riwayat tanah, maka BPN memiliki kewenangan untuk mencabut sertifikat itu. Dedi membandingkan kasus ini dengan sertifikasi laut yang sebelumnya sempat menjadi polemik.
“Kemarin laut disertifikatkan, sekarang sungai disertifikatkan,” sebut Dedi.
“Cabut, karena ini jadi milik perorangan. Jangan dibiarkan. Jangan hanya ngomong soal bencana,” lanjutnya.
Gubernur Jabar itu mengingatkan dampak dari alih fungsi bantaran sungai ini bukan hanya soal kepemilikan lahan, tetapi juga berkontribusi pada meningkatnya risiko banjir di wilayah Bekasi.
“Kerugian akibat banjir lebih dari Rp3 triliun. Tahun ini adalah tahun tobat, termasuk tobat yang mensertifikatkan sungai,” pungkas Dedi.***